FIIL AMAR & NAHI MU'TAL AKHIR Sebuah kalimat bisa keliru maknanya jika perubahan kata yang digunakan didalamnya tidak sesuai dengan kaidah ilmu shorof. Oleh karenanya kedua cabang ilmu ini disebut berbarengan sebagai "Nahwu Shorof" atau dikenal juga sebagai "ilmu Alat". Ya, karena Nahwu Shorof merupakan alat yang dibutuhkan untuk IdeologiNahi Munkar. Amar makruf nahi munkar atau menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran) adalah perintah syariah. Seruan ini tertuang jelas dalam QS Ali Imran 3:104 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.”. AlMaidah: 2) Setiap rasul yang Allah utus dan setiap kitab yang Allah turunkan, semuanya mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar. Yang dimaksud ma’ruf adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah. Yang dimaksud mungkar adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dibenci dan dimurkai oleh Allah. BABVI : KAIDAH AMAR DAN NAHI 128. A Menganalisis Kaidah Amar 131. 1 Pengertian Amar 131. 2 Bentuk Sighat Amar (Lafadz Amar) 131. 3 Kaidah Amar 133. B Yayasanini bergerak dalam bidang Konsultasi Amar ma’ruf dan Nahi mungkar (Lembaga Hisbah) yang telah melakukan seminar/ dauroh diberbagai daerah. Beliau selaku Ketua dari Yayasan Nasehat & Taujih ini mengaku baru pertama kali mengunjungi Bumi Anoa ini. Adapun Biografi singkat beliau adalah sebagai berikut : nama Lengkap : Imran Bukhari Ibrahim. Mempelajarikaidah Amar mungkin sangat banyak sekali kaidah kaidah yang bersangkutan dengan kaidah itu, dalam makalah ini saya jelaskan sedikit tentang kaidah kaidah tersebut, untuk mempermudah dalam memahaminya saya sertakan contoh dan dalil tentang kaidah kaidahnya, sehingga pembaca bisa faham terperinci. u7AC. AMAR DAN NAHI, 8112010 A. AMAR Di dalam ushul fiqih, ada banyak sekali kaidah yang banyak digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan hokum sys’i. beberapa kaidah ushul fiqh adalah amar dan nahi. 1. Pengertian Menurut bahasa, amar berarti suruhan, perintah, sedangkan menurut istilah adalah Suatu lafadz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada irang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak. 2. Bentuk-bentuk Amar Lafadz yang menunjukan kepada perintah sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian di atas dinyatakan dalam beberapa bentuk, yaitu 3. Kaidah-kaidah Amar Kaidah-kaidah amar ialah ketentuan-ketentuan yang dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hokum. Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu Kaidah pertama Pada dasarnya amarperintah itu menunjukan kepada wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya qaninah. Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dituntut oleh suatu perintah adalah wajib diperbuat. Tapi dalam perkembangannya amar itu bisa dimaksudkan bukan wajib,antara lain seperti berikut ini 1. Nadab anjuran sunah,seperti 2. Irsyad membimbing atau memberi petunjuk,seperti 3. Ibahah boleh dikerjakan dan boleh ditinggal,seperti 4. Tahdid mengancam atau menghardik,seperti 5. Taskhir menghina atau merendahkan derajat,seperti 6. Ta’jiz menunjukan kelemahan lawan,seperti 7. Taswiyah sama antara dikerjakan atau tidak,seperti 8. Takdzib mendustakan,seperti 9. Talhif membuat sedih atau merana,seperti 10. Doa permohonan,seperti Kaidah kedua “Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan” Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang ,lalu datang perintah mengerjakan , maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi bersifat membolehkan . seperti Firman Allah swt. “apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia allah{ 6210}” Dengan demikian perintah bertebaran dinuka bumi,seperti kata ayat diatas, hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan. Kaidah ketiga “Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan” Misalnya tentang haji seperti firman Allah swt. Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji.{ QS. Al-haji/ 2227} Dalam hadist Nabi saw dinyatakan Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu{ untuk melaksanakan }haji, maka berhajilah kamu. Kaidah Keempat pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan{berkali-kali mengerjakan perintah}. Misalnya dalam ibadah haji , yaitu satu kali seumur hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan,maka harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan pada pengulangan. Menurut ulama, qarinah dapat dikelompokan menjadi 3 1 Perintah itu dihubungkan dengan syarat,seperti wajib mandi setelah junub. 2 Perintah itu dihubungkan dengan illat,seperti hukumm rajam kalau melakukan zina. 3 Perintah itu dihubungkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu shalat. Kaidah Kelima Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya. Maksud kaidah ini adalah bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud,tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, seperti kewajiban mengerjakan shalat. 4. Pengertian Nahi Menurut bahasa An-nahyu berarti larangan. Sedangkan menurut istilah ialah “larangan ialah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang-orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.” 5. Bentuk-Bentuk Nahi. Pernyataan yang menunjukan kepada nahi itu ada beberapa bentuk a. Fi’il Mudhari yang disertai dengan La An-Nahiyah Janganlah berbuat kerusakan di bumi.{ /2;11} b. Lafadz-lafadz yang memberi pengertian haram atau perintah meninggalkan suatu perbuatan. “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. { 2285}” 6. Kaidah-Kaidah Nahi Kaidah Pertama menurut Jumhur Pada dasarnya kaidah itu menunjukan haram. Seperti”Dan janganlah kamu mendekati zina{ / 1732}” Alasan dipakai Jumhur. 1 Akan dapat memahami bahwa sigat bentuk anhi itu menunjukan arti yang sebenarnya,yaitu melarang 2 Ulama salaf memahami sigat nahi yang bebas dari qarinah menunjukan larangan. Sebagian ulama lain berpendapat” Pada dasarnya larangan itu menunjukan makruh” Menurut kaidah ini ,nahi bermakna sesuatu yang dilarang itu adalah tidak itu tidak selalu bermakna haram ,tetapi makruh. Sebab makruh lah pengertian yang pasti. Sigat nahi selain menunjukan haram ,sesuai dengan qarinahnya juga menunjukan beberapa arti ,antara lain sebagai berikut 1 Bermakana Karaah, seperti “jangan kamu shalat diatas kulit onta yang di samak” 2 Bermakna Doa, seperti”Ya tuhan kami,janganlah engkau hokum kami jika kami lupa{Q>S al-Baqarah / 2286}” 3 Bermakna Irsyad , memberi petunjuk , mengarahkan,seperti”janganlah kamu menanyakan{kepada nabimu} hal-hal yang jika diterangkan kepadamu,{justru}menyusahkanmu{QS. Al-Maidah / 5101}” 4 Bermakna Tahqir ,menghina,seperti”jangan sekali-kali engkau{muhamad} tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah kami berikan.{QS. Al-Hijr / 1588}” 5 Bermakna Bayan Al-aqibah ,seperti” dan jangan sekali-kali kamu mengira orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati{QS Al-imran / 6 Ta’yis menunjukan putus asa seperti” janganlah kamu mengemukakan alasn pada hari ini{QS Al-tahrim / 667}” 7 Tahdid, seperti”janganlah kamu taati perintahku” Kaidah Kedua “larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”.Misalnya pada kalimat” janganlah kamu mempersekutukan Allah” Larangan mempersekutukan Allah berarti perintah untuk mentauhidkan-Nya. Kaidah Ketiga “pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu” Jadi larangan yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat atau sebab. Seperti waktu atau sebab-sebab berate diharuskan meninggalkan yang dilarang itu sepanjang bila larangan itu dikaitkan dengan waktu , maka perintah larangan itu berlaku selama ada pada kalimat” janganlah kamu shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk{ QS. An-nisa / 4;43}” Kaidah keempat “pada dasarnya larangan itu bermakna fasad {rusak} secara mutlak” Rasulullah saw bersabda” setiap perkara yang tidak ada perintah kami , maka ia tertolak” Dengan demikian segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan , dan setiap yang tidak diprintahkan berarti tertolak , dan tertolak berarti batal.{tidak sah. Fasad}hukumnya Kaidah-kaidah Membikin F’il Amar dan Fi’il Nahi Tulisan ini saya nukil dari Kitabut Tashrif karangan Ust. A Hassan. Dalam kitab aslinya tertulis dengan tulisan arab melayu, saya mencoba menuliskannya dengan tulisan latin tanpa merubah sedikitpun kata-katanya. Semoga bermanfaat. Kaidah-kaidah Membikin F’il Amar dan Fi’il Nahi Diambil atau dibikin f’il amar dari fi’il mudhari’ mukhathab yang enam, dengan empat perkara Dibuang huruf mudhara’ah dari awalnya yaitu “taa” تَ . Ditambah hamzah sesudah itu lantaran tak bias berbunyi. Hamzah ini barisnya kasrah kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعِلُ dan يَفْعَلُ , dan baris dhammah kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعُلُ . Dimatikan akhir mufrad mudzakkar. Dibuang semua nun yang di akhir-akhir kalimat kecuali nun di jamak muannats, misalnya تَفْعِلُ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلُوْنَ تَفْعِلِيْنَ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلْنَ Sesudah dibuang taa’ tinggal َفْعِلُ َفْعِلاَنِ َفْعِلُوْنَ َفْعِلِيْنَ َفْعِلاَنِ َفْعِلْنَ Lantas ditambah hamzah yang berkasrah di awalnya lantaran tidak berbunyi, maka jadi اَفْعِلُ اََفْعِلاَنِ َاَفْعِلُوْنَ َاَفْعِلِيْنَ َاَفْعِلاَنِ اََفْعِلْنَِِ Kemudian dimatikan mufrad mudzakkar yaitu yang pertama dan dibuang semua nun kecuali nun di kalimat yang keenam, maka jadilah اَفْعِل اََفْعِلاَ َاَفْعِلُوَْاَ َاَفْعِلِيْ َاَفْعِلاَ اََفْعِلْنَِِ Kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعَلُ , maka amarnya begini اِفْعَلْ اِفْعَلاَ اِفْعَلُوا اِفْعَلِيْ اِفْعَلاَ اِفْعَلْنَ Kalau mudhari’nya atas timbangan يَفْعُلُ , maka amarnya begini اُفْعُلْ اُفْعُلاَ اُفْعُلُوا اُفْعُلِيْ اُفْعُلاَ اُفْعُلْنَ Cobalah tuan periksa di bab يَفْعِلُ يَفْعَلُ dan يَفْعُلُ betulkah rupa fi’il amar begitu atau tidak? Fi’il nahi juga dikeluarkan dari fi’il mudhari’ mukhathab yang enam dengan tiga cara Tambah لاَ awalnya. Matikan akhir mufrad mudzakkar yaitu kalimat yang pertama. Buang semua nun yang di akhir kalimat kecuali nun yang di akhir kalimat keenam. Misalnya تَفْعِلُ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلُوْنَ تَفْعِلِيْنَ تَفْعِلاَنِ تَفْعِلْنَ Sesudah ditambah لاَ dan dimatikan dan dibuang nun jadi begini لاَتَفْعِلْ لاَتَفْعِلاَ لاَتَفْعِلُوْاَ لاَتَفْعِلِيْ لاَتَفْعِلاَ لاَتَفْعِلْنَ Kalau bab يَفْعُلُ tentulah ain fi’ilnya berdhammah. Kalau bab يَفْعَلُ tentulah ain fi’ilnya berfathah. Cobalah tuan periksa di dalam enam bab yang telah lalu setujukah atau tidak. Perhatikan Cara mengeluarkan fi’il nahi di bab-bab yang akan dating semuanya sama dengan ini. Navigasi pos PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Hukum-hukum yang ada dalam syari’at islam diambil dari perintah dan larangan Allah atau Utusan-Nya. Dalam ushul fiqih banyak sekali pembahasan tentang kaidah-kaidah yang perintah dan larangan, hukum-hukum perintah dan larangan. Oleh karenanya kami akan sedikit menerangkan tentan kaidah usul fiqh yaitu الامر و النهي 2. RUMUSAN MASALAH Dari diskripsi diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut Apakah yang dinamakan الامر و النهي Apasaja kaidah-kaidah usul fiqih tentang الامر و النهي 3. TUJUAN Tujuan mempelajari makalah ini yaitu memberi sedikit gambaran dan pandangan terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan yang terdapad dalam ajaran Syariat Islam. PEMBAHASAN 1. PERINTAH الامر الامر secara terminologi berarti perintah. secara etimologi Imam Syarifuddin Yahya Al Umrithi mengatakan dalam kitab al-Waroqot وحده استدعاء فعل واجب * بالقول من من كان دون الطالب[1] Bahwasanya larangan yaitu permintaan untuk melakukan suatu pekerjaan yang wajib menggunakan ucapan kepada orang yang drajatnya lebih rendah dari orang yang meminta. Bisa disimpulkan bahwa perintah yaitu permintaan untuk melakukan suatu perkara dari orang yang lebih tinggi drajatnya. Berbeda halnya permintaan melakukan sebuah pekerjaan dari orang yang sama drajatnya, yang mana ini dimakan iltimas. Ataupun dari yang lebih rendah drajatnya maka dinamakan do’a.[2] Dalam pembahasan perintah terdapat kaidah-kaidah dasar sebagai berikut Hukum asal dalam perintah adalah wajib, kecuali ada dalil pertanda yang mengatakan selainya[3]. الاصل في الامر للوجوب الا ان دل دليل على خلافه Jadi hukum dasar perintah yang ada dalam sariat islam itu hukumnya wajib dilaksanakan. Kecuali ada dalil lain yang mengatakan selainya, baik sunah ataupun mubah. Dari kaidah ini bisa disimpulkan perintah bisa mengandung tiga hukum[4] Contoh perintah sholat. اقيموا الصلاة [5] Contoh perintah memberi saksi dalam jual beli واشهدوا اذا تبايعتم dijelaskan kembali dalam hadis ان النبي باع ولم يشهد hadis ini menunjukan bahwa hal ini tidak wajib, akan tetapi sunah. Contoh perintah berburu dalam ayat واذا حللتم فصطادوا[6] dalam ayat ini ada perintah untuk beburu, akan tetapi ada qorinah bahwa perintah berburu ini hukumnya mubah dikarenakan ayat ini menjelaskan oran yang ihroh tidak boleh berburu akan tetapi jika sudah tahalul maka hukumnya sudah diperbolehkan. 2. Hukum asal dalam perintah tidak harus langsung dikerjakan, kecuali ada dalil yang mengatakan hal lain[7]. الاصل في الامر لا يقتضي الفور الا ان دل دليل على خلافه Maksudnya tidak wajib dilakukan seketika itu. Akan tetapi bisa dilakukan pada waktu lain. Akantetapi jika ada dalil tertentu yang menunjukan waktu pelaksanaanya maka harus dilakukan pada waktu tersebut. Contohnya hukum ibadah haji tidak wajib dilakukan segera karena ada qorinah yaitu bagi yang sudah mampu. Contoh yang wajib dilakukan segera yaitu beriman kepada Allah hal ini dikarenakan manusia wajib menjaga keimanan secara terus-menerus[8]. 3. Hukum asal perintah tidak dilakukan berkali-kali. الاصل في الامر لا يقتضي التكرار الا ان دل دليل على خلافه Suatu perintah cukup dilaksanakan sekali saja. Pada intinya wajib dilakukan walaupun hanya sekali dalam seumur hidup, kecuali jika ada dalal lain yang menunjukan pelaksanaanya berulang-ulang, sepertihalnya sholat lima waktu.[9] 4. Perintah berarti juga larangan untuk melakukan kebalikanya[10]. الامر بشيء نهي عن ضده Secara tidak langsung Perintah juga menunjukan ada suatu larangan tentang kebalikan perintah perintah untuk beriman juga berarti larangan untuk kufur. 5 Perintah untuk melakukan sesuatu berarti perintah untuk melakukan perkara yang menjadi lantaran terlaksananya perkara tersebut.[11] الامر بشيء امر بما يتوصل اليه Sudah selayaknya bahwa sebuah perkara pasti ada perantaranya. Demikian pula dalam perintah, perintah untuk melakukan sesuatu juga menunjukan perintah melakukan perantara perkara tersebut. Perintah solat juga berarti perintah untuk melakukan hal-hal yang menjadi syarat sholat[12]. Demikian kaidah-kaidah singkat beserta penjelasan ringkas yang masuk dalam permasalahan perintah. 2. LARANGAN النهي النهي secara bahasa bermakna larangan. sedangkan menurut etimologi yaitu permintaan meninggalkan sesuatu menggunakan kucapan dari orang yang derajatnya lebih tinggi kepada orang yang derajatnya lebih rendah وحده استدعاء تركل قد وجب * بالقول من من كان دون الطالب[13]. Larangan juga bisa diartikan sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu cegahan. Dalam larangan terdapat kaidah-kaidah sebagai berikut 1. Hukum asal larangan adalah karena haram.[14] الاصل في النهي للتحريم Tujuan adanya larangan pada dasarnya karena perkara tersebut tidak boleh dilakukan atau haram. Jadi hukum asal larangan itu untuk mengharamkan. Kecuali ada qorinah atau dalil-dalil lain yang menunjukan bahwa isi dari larangan tersebut bukanlah harom, baik makruh, mubah, atau selainya. Contoh larangan untuk minum arak menunjukakan bahwa minum arak hukumnya haram. 2. Larangan juga berarti perintah untuk melakukan kebalikanya. [15] النهي عن شيء الامر بالضده Sama halnya dengan perintah, larangan juga mengandung hukum perintah untuk melakukan syirik menunjukan wajib beriman. 3. Larangan menunjukan bahwa perkara yang dilarang itu rusak. النهي يدل على فساد المنهي عنه Alasan kenapa ada larangan dikarenakan dalam perkara yang dilarang ada kerusakan. Baik secara hukum maupun secara dzohir. Contoh larangan jual beli barang najis menunjukan bahwa jual belinya rusak dan tidak sah PENUTUP 1. KESIMPULAN Perintah adalah permintaan untuk melakukan sesuatu. Larangan adalah permintaan untuk meninggalkan sesuatu. Hukum asal perintah adalah wajib. Hukum asal larangan adalah haram. Perintah terhadap sesuatu larangan melakukan kebalikanya, begitu juga sebaliknya. Perintah tidak harus segera dilakukan dan berulang-ulang. Perintah melakukan sesuatu juga perintah melakukan perantara perkara tersebut. Larangan terhadab suatu perkara menunjukan kerusakan perkara tersebut. 2. PESAN Kita sebagai umat islam hendaknya faham tentang konsep hukum islam dan syariat islam. Juga memahami kandungan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, tidak hanya menjadi pengikut buta yang tidah mengetahui sumbernya. DAFTAR PUSTAKA Yahya ,Syarifuddiin Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. —————–Jakarta. 2011 Abdurrohman, al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Khitob ,Muhammad. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. —————-Jakarta. 2011 Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo ————-Magelang. 2005. Al Quran Muhammad , hamid , Abdul. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah —————-Jakarta. 2011 [1] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 46. [2] Abdurrohman al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Hal 18-19. [3] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 47. [4] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 20. [5] al an’am ayat 72. [6] al maidah ayat 2. [7] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 49. [8] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 21. [9] ibid [10] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [11] ibid [12] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [13] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 52. [14] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 24. [15] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. a. Pengertian Al-Amru Menurut bahasa, amar berarti suruhan, perintah, sedangkan menurut istilah adalahالأَمْرُ طَلَبُ الفِعْـلِ مِنَ اْلأَعْلَى إلىَ اْلأَدْنَى “Al-Amru ialah tuntutan melakukan pekerjaan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah” Yang lebih tinggi kedudukannya adalah Syaari’ Allah Swt atau Rasul-Nya dan kedudukan yang lebih rendah adalah mukallaf. Jadi amar adalah perintah Allah atau Rasulnya kepada mukallaf untuk melakukan suatu pekerjaan. b. Bentuk Lafadh Amar 1. Fi’il Amar Contoh وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” QS. Al-Baqarah 43 2. Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam amar Contoh وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah diantara kamu yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.…” QS. Ali Imron 104 3. Isim Fi’il Amar Contoh يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk… QS. Maidah 105 4. Isim Masdar pengganti fi’il Misalnya kata إحْسَانًا berbuat baiklah Contoh وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Dan kepada kedua orang tuamu berbuat baiklah.” QS. Al Baqarah 83 5. Kalimat berita kalam khabar bermakna Insya perintah Contoh وَاْلمُطَلَّـقَاتُ يَتَرَبَصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ “Hendaklah menahan dirinya.” QS. Al Baqarah 228 6. Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti perintahأَمَرَ، فَرَض، كَتَبَ ،وَجَبَ Contoh يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواكُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَاكُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” QS Al Baqara 183 c. Kaidah Amar 1. Amr Menunjukkan Kepada فِى اْلأَمْرِ لِلْوُجُوْبِ “Pada asalnya Amar itu menunjukkan wajib” Hal ini menunjukkan menurut akal dan naqli. Menurut akal adalah orang-orang yang tidak mematuhi perintah dinamakan orang yang ingkar, sedangkan menurut naqal, seperti firman Allah Swt. فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” QS. An-Nur 24 63 Misalnya perintah ايها الذين امنرا كتب عليكم الصيا م البقرة ۱۸۳ 2. Amr Menunjukkan Kepada فِى اْلأَمْـرِ لِلنَّدْبِ “Pada asalnya Amar itu menunjukkan nadab sunnah” Contoh firman Allah Swtفكاتبوهم إن علمتم فيهم خيرا artinya “Hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka”. QS. 2433 Amar juga dapat digunakan antara laina. Untuk do’a, ربنا آتنا فى الدنيا حسـنة وفى الأخرة حسنة b. Untuk penghormatan, أدْخُـلُوْهَا بِسَـلاَمٍ أَمِنِيْنَ الحجر 46 c. Untuk petunjuk, اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلىَ أَجَلٍ مُسَمَّى فَاكْتُبُوْهُ البقرة 282 d. Untuk ancaman, إعْمَــلُوْا مَا شِــئْتُمْ فصلت 40 e untuk petunjuk f.Ta’jiz للتعجيز artinya melemahkan’ Contoh فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ Artinya ”Buatlah satu surat saja yang semisal dengan al-Qur’an itu.” 23 g. Ikram للا كرام artinya menghormat. Contoh ادخلوها بسلا م امنين الحجر ٤٦ Artinya ”Masuklah ke dalamnya syurga dengan sejahtera dan aman.” z 46 H. Tafwidl للتفويض artinya menyerah. Contoh فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ Artinya “Putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan.” QS. Thaha 72 I. Talhif للتلهيف artinya menyesal. Contoh قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ Artinya ”Katakanlah kepada mereka “Matilah kamu karena kemarahanmu itu.” QS. Ali Imran119 J. Tahyir للتخيير artinya memilih. Contoh من شاء فليبخل ومن شاء فليجد كفا نى نذاكم عن جميع الخطاب Artinya ”Barang siapa kikir,kikirlah, siapa mau bermurah hati, tuhan mencukupi kebutuhan saya.” Syair Bukhaturi kepada Raja K. Taswiyah التسوية artinya persamaan. Contoh ادخلوها فاصبروا اولا تصبروا طه ۱٦ Artinya ”Masuklah ke dalamnya neraka maka boleh kamu sabar dan boleh kamu tidak sabar, itu semua sama saja bagimu.” QS. Thaha 16 3. Amr tidak Menunjukkan untuk Berulang-ulang. اَلأَصْلُ فِى اْلأَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التَّكْرَارَ “Perintah itu pada asalnya tidak menghendaki pengulangan” Amar tidak menghendaki kepada yang berulang-ulang, tapi hanya menghendaki hasilnya/ mengerjakan satu kali. Seperti firman Allah الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ “ dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.” QS. Al Baqarah 196 Misalnya وان كنتم جنبا فا طهروا المئده ٦ ”Jika kamu berjunub maka mandilah.” QS. Al-Maidah 6اقم الصلاة لدلوك الشمس الاسراء ۷۸ “Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir.”QS. Al-Isra’ 78 4. Amr tidak Menunjukkan untuk فِى اْلأَمْرِ لاَ يَقْتَضِى اْلفَوْرَ “Perintah pada asalnya tidak menghendaki kesegeraan”. Jadi Amr perintah itu boleh ditangguhkan pelaksanaannya sampai akhir waktu yang telah ditentukan. Misalnya فمن كا ن منكم مريضا اوعلى سفر فعدة من ايا م اخرالبقرة ۱۸۳ “Barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau sedang dalam bepergian jauh, hendaklah mengqadla puasa itu pada hari yang lain.” 183 5. Amr dengan بِالشَّئْ أَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ “Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya”. Perintah mendirikan shalat berarti juga perintah untuk berwudlu, sebagai wasilah jalan kepada sahnya shalat. 6. Amr yang Menunjukkan Kepada بِالشَّئْ نَهْيٌ عَنْ ضِدِّهِ “Perintah mengerjakan sesuatu berarti larangan terhadap kebalikannya”. Maksudnya, jika seseorang disuruh mengerjakan suatu perbuatan, mestinya dia meninggalkan segala kebalikannya. Misalnya, disuruh beriman, berarti dilarang kufur. 7. Amr menurut فُعِلَ اْلمَأْمُوْرُ بِهِ عَلَى وَجْهِهِ يَخْرُجُ اْلمَأْمُوْرُ عَنْ عَهْدَةِ اْلاَمْرِ “Apabila dikerjakan yang diperintahkan itu menurut caranya, terlepas dia dari masa perintah itu”. Misal Seseorang yang telah melaksanakan suatu perintah dengan sempurna pada masanya, maka terlepas dia dari tuntutan pada masa itu. seperti keadaan musafir yang tidak memperoleh air untuk berwudhu, hendaklah dia bertayamum sebagai pengganti wudhu. 8. Qadha dengan Perintah yang Baru. اَلْقَضَاءُ بِأَمْرٍ جَدِيْدًا “Qadha itu dengan perintah yang baru”. Maksudnya, suatu perbuatan yang tidak dapat dilaksanakan pada waktunya harus dikerjakan pada waktu yang lain qadla’. Pelaksanaan perintah bukan pada waktunya ini berdasarkan pada perintah baru, bukan perintah yang lama. Misalnya qadla’ puasa bagi yang mengalami udzur syar’i pada bulan ramadhan, tidak dikerjakan berdasarkan ayat كتب عليكم الصيام ... tetapi berdasarkan pada perintah baru, yaitu firman Allah Swt ... فعـدة من ايام اخر 9. Martabat اْلمُتَعَلَّقُ عَلَى اْلاِسْمِ يَقْتَضِ اْلاِقْتِصَارُ عَلىَ اَوَّلِهِ “Jika berhubungan dengan nama isim adalah menghendaki akan tersimpannya pada permulaan.” Sependek-pendek masa amr, apabila dihubungkan dengan hukum menurut pengertian keseluruhannya dalam bentuk yang berlainan tentang tinggi dan rendah, dipendekkan hukum itu menurut sekurang-kurangnya martabatnya untuk melaksanakan perintah itu. Misalnya “Perintah melakukan tuma’ninah dalam shalat, dan perintah memerdekakan seorang budak, tidak memandang harga tapi memandang martabatnya”. 10. Amr sesudah بَعْدَ اْلنَهْيِ يُفِيْدُ اْلإِبَاحَةَ “Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.” Misalnya كنت نهيتكم عن زيارة القبور الا فزوروها رواه مسلم “Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang berziarahlah.” حللتم فاصطا دوا المئدة ۲ “Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berburulah.” 2 Berdasarkan dua uraian tersebur, dapat dijelaskan bahwa perintah setelah larangan itu hukumnya mubah tidak wajib, seperti berziarah kubur dan berburu setelah haji. Perbuatan yang lebih mudah dimengerti ialah perbuatan yang diperbolehkan, seperti pada awalnya Nabi melarang menziarahi kubur, maka sekarang diperbolehkan. Kalimat amr ini tidak menunjukkan kewajiban tetapi menunjukkan hukum boleh ibahah, sabda Nabi Saw عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda "Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah." HR. Muslim Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian amar perintah, bentuk lafadh amar, kaidah amr dan contohnya. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin. Barik Fina 1730110012 Mahmudah 1730110023 Jurusan Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Dan Humaniora 2018 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaidah-kaidah ushul fiqih banyak sekali diadopsi oleh tafsir. Telah kita bahas pada materi sebelumnya, bahwa kaidah penafsiran itu diantaranya ada kaidah qur’aniyyah, kaidah sunnah, kaidah lughowiyah, kaidah ushul dan kaidah ilmu pengetahuan. Kaidah amr dan nahi merupakan salah satu kaidah ushuliyah. Perlunya memahami kaidah-kaidah amr dan nahy dalam rangka memahami kandungan al-qur’an adalah karena tidak semua bentuk amr atau nahi itu menunjukkan suatu perintah atau larangan dengan satu sifat yang mutlak wajib atau haram, terkadang perintah dan larangan itu sifatnya tidak tegas mandub, makruh, dan sebagainya. Makalah ini akan menjelaskan sebagian kecil dari kaidah amr dan nahi dengan harapan mampu mengenalkan penerapan kaidah amr dan nahi dalam penafsiran al-qur’an Rumusan masalah Bagaimana pengertian, uslub-uslub dan kaidah amr? Bagaimana pengertian, uslub-uslub serta kaidah nahy? BAB II PEMBAHASAN Amar Pengertian amar Secara bahasa amar adalah antonim dari nahi الامر ضد نهى bermakna “thalaba” tututan, perintah, suruhan Menurut istilah qawa’id tafsir , amr adalah استدعاء الفعل بالقول على وجه الاستعلاء Tuntutan dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya. Ilmu ushul fiqh memfokuskan pembahasan amr dan nahi pada hal yang berkaitan dengan hukum syar’i, yaitu mengenai perintah allah kepada hambanya. Selain bermakna tuntutan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah, amar memiliki makna lain dengan adanya qarinah, diantaranya; Jika bentuk amar itu tidak tergolong tuntutan, makna lainnya bisa berupa Taswiyah/menyamakan اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Masukklah kamu ke dalamnya rasakanlah panas apinya; maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. QS. Ath-thuur[52]16 Ihanah/menghinakan Matilah kamu karena kemarahanmu‟. QS. Ali imran [3] 119 Mempermainkan dan meremehkan istihza & sukhriyah ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.QS. Ad-dukhan49 Ancaman/tahdid قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَىٰ مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ ۖ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ Jika berupa perintah yang tidak bisa dilaksanakan oleh mukallaf, amar bisa bermakna Melemahkan atau ta’jiz Jadilah kamu sekalian batu atau besi. QS. al-Isra [17] 50 Menyerang atau tahaddi Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah dia dari Barat. QS. al-Baqarah [2] 258 Penyandaran perintah kepada mukhatab yang diseru yang bukan mukallaf adalah penyandaran yang tidak sebenarnya isnad ghair haqiqi. Contohnya a Perintah yang memberikan arti pengharapan atas perkara yang tidak bisa dilaksanakan atau sulit dilaksanakan at-tamannî. Seperti perkataan seorang penyair Wahai malam yang panjang, mengapa engkau tidak menahan subuh, padahal tidaklah subuh itu … b Mengharapkan sesuatu yang mungkin terjadi at-tarajjî. Contohnya Hujanlah wahai langit, karena air susu telah kering. Perintah tersebut bukan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. a. Merupakan perintah dari pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih tinggi doa. Allah Swt berfirman Ya Tuhanku, ampunilah aku dan ibu bapakku. QS. Nuh [71] 28 b. Merupakan perintah dari yang sederajat al-iltimas. Allah Swt berfirman Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua „terangkanlah keadaanku kepada tuanmu‟. QS. Yusuf [12] 42 Uslub-uslub amr Menurut atho’ bin khalil , uslub-uslub atau bentuk-bentuk amar diantaranya 1 Bentuk mufrad yang berarti perintah Fi’il amar اقم الصّلاة لدلوك الشّمس الى غسق الليل “dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam”QS. al-Isra[17]78 Fi’il mudhari’ ditambah lam amar ليفعل لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. QS. ath-Thalaq [65]7 Masdar pengganti fi’il فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka pancunglah batang leher mereka.QS. Muhammad4 Isim fiil amar قُلْ هَلُمَّ شُهَدَاءَكُمُ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ حَرَّمَ Katakanlah “bawalah kemari saksi-saksi kamu yang dapat mempersaksikan bahwasanya allah telah mengharamkan makanan yang kamu haramkan ini” QS. al-An’am100 Kata هلمّ dalam ayat ini sama dengan menghadirkan saksi-saksi kamu. 2 Jumlah murakkab yang berarti tuntutan dalam manthuqnya Huruf jar lam, fi, ala pada awal kalimat . Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian pula. QS. an-Nisa [4] 7 Maksudnya adalah اعطوهم نصيبهم yang artinya, berikanlah kepada laki-laki bagian… Huruf sindiran العرض dan anjuran التهضيض seperti لولا، ألا Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah janjinya. QS. at-Taubah [9] 13 Maksudnya adalah قاتلوا artinya, perangilah… Istifham yang ditakwil ditafsirkan menjadi perintah, yang dibangun di atas mathlub khabari. Seperti firman Allah Sesungguhnya meminum khamar arak, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar arak dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu. QS. al-Maidah [5] 90-91 Perintah majazi yang disertai dengan suatu kondisi yang merupakan perintah terhadap kondisi tersebut. Rasulullah saw bersabda Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan ingin masuk surga maka hendaklah kematiannya itu datang sedang dia beriman kepada Allah dan hari akhir Perintah yang sebenarnya adalah terhadap keadaan. Jadi, maksud hadits di atas adalah Bersungguh-sungguhlah beriman kepada Allah dan hari Akhir secara terus-menerus sehingga kematian datang sedangkan dia dalam keadaan seperti itu. Berita khabar yang berimplikasi jawab yang dijazmkan. Maka berita tersebut semakna dengan tuntutan. Hai orang-orang yang beriman, sukakah Aku tunjukan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih. Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga. QS. ash-Shaff [61] 10-12 Dalam ayat di atas Allah berfirman „Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya‟ dengan bentuk kalimat berita, tetapi jawabnya berupa ungkapan „Niscaya Allah akan mengampuni kamu‟ adalah jawab yang dijazmkan. Oleh karena itu firman Allah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sama dengan امنوا باللّه ورسوله yang artinya, berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalimat berita bersyarat jumlah syarthiyyah khabariyyah yang jawabnya mengandung pujian bagi yang melaksanakan pekerjaan yang menjadi syarat tersebut. Ini bermakna tuntutan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Hal ini juga berlaku pada kalimat berita yang mengandung makna syarat, seperti firman Allah Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. QS. al-Anfal [8] 65 Maksud ayat ini adalah hendaklah satu orang dari kalian teguh menghadapi sepuluh orang musuh -yakni menjadi tuntutan-. Karena itu ayat tersebut boleh dinasakh dengan ayat lain, sebab meskipun dalam bentuk kalimat berita, kalimat tersebut memberikan arti adanya tuntutan untuk melaksanakan manthuqnya pada jumlah murakkabah. Jadi, termasuk jumlah syartiyyah yang didalamnya terdapat pujian, yaitu ungkapan yaghlibuu miatain . 3. Jumlah murakkab yang berarti tuntutan dalam mafhumnya Dilalah iqtidla yang merupakan salah satu jenis mafhum akan memberikan arti tuntutan, jika Pertama, Kepastian benarnya yang berbicara mengharuskan/menuntut adanya dilalah iqtidla adanya dilalah iqtidla merupakan implikasi dari kepastian benarnya yang berbicara. Seperti firman Allah Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali quru. QS. al-Baqarah [2] 228 Maksud ayat diatas adalah „Hendaklah mereka menunggu‟ Kedua, Kepastian sahnya terjadinya perkara yang diucapkan secara syar‟i mengharuskan adanya dilalah iqtidla Uslub-uslub doa yang berbentuk kalimat berita, baik berbentuk fi‟il madli, mudlari atau mashdar. Contohnya بارك اللّه فيك Menggunakan makna hukum syara dengan bentuk kalimat berita, seperti امر،احل،فرض،كتب dan yang lainnya. Kata-kata tersebut mempunyai arti tuntutan, semakna dengan افعل، لتفعل. Contohnya firman Allah Diwajibkan atas kamu berpuasa. QS. al-Baqarah [2] 183 Semakna dengan kata صوموا artinya, berpuasalah kalian. Sahnya pelaksanaan hukum syara mengharuskan adanya tuntutan terhadap perkara yang mesti ada untuk absah terjadinya hukum syara tersebut. Alllah Swt berfirman Dan jika kamu khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. QS. al-Anfal [8] 58 Sahnya pelaksanaan ayat ini mengharuskan kita mempunyai mata-mata inteljen terhadap aktivitas musuh. Agar kita mengetahui jika mereka berkhianat dalam pelaksanaan perjanjian dengan kita, sebelum terjadinya. Ungkapan „Apabila kalian takut‟ mengandung dilalah iqtidla yang memberikan arti adanya tuntutan, yaitu „hendaklah kalian mempunyai mata-mata inteljen untuk mengawasi musuh kalian‟. Apabila ada seseorang berkata kepada yang lain „Merdekakanlah budakmu dariku‟. Maka sahnya pelaksanaan tersebut -memerdekakan budak – mengharuskan orang yang berbicara membeli budak itu dari si mukhatab lawan bicaranya. Dengan kata lain, dalam ungkapan tersebut terdapat tuntutan dengan dilalah iqtidla, yaitu „Juallah budakmu kepadaku, kemudian aku akan memerdekakannya‟. Ketiga, Sahnya kejadian perkara yang diucapkan secara aqli secara bahasa menuntut adanya dilalah iqtidla al-idlmar -menyembunykian suatu kata menggunakan mashdar pada jawab syarat dengan dilalah amar. Seperti firman Allah Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila kamu telah pulang kembali. QS. al-Baqarah [2] 196 Dalam ayat ini terdapat kata yang disembunyikan yaitu kata . Jika dimunculkan akan menjadi artinya, kalian wajib berpuasa. Menggunakan uslub al-ighra –anjuran, hasutan. Seperti ungkapan Shalat-shalat! – . Dalam ungkapan ini terdapat kata yang disembunyikan. Kalau dimunculkan akan menjadi yaitu, menghadaplah untuk shalat. Juga ungkapan Allah-Allah, wahai kaumku – . Terdapat kata yang disembunyikan. Dan jika dimunculkan akan menjadi – artinya, bertakwalah kepada Allah – menghadaplah kepada Allah. Kaidah-kaidah amr Didalam kitab qawa’id tafsir yang ditulis oleh khalid bin utsman as-sabt , kaidah-kaidah amr diantaranya; Kaidah amr pertama, الامر المطلق يقتضي الوجوب الا لصارف Amar pada dasarnya menunjukkan sesuatu yang wajib kecuali ada qarinah yang memalingkan dari makna wajib tersebut contoh وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat QS. An-nur56 Ayat tersebut menunjukkan makna amr yang menunjukkan sesuatu yang hukumnya wajib Amar akan memiliki makna selain lil-wujub jika terdapat qarinah, Nadb وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian dirinya, sehingga allah memampukan mereka dengan karunia-nya. Ibahah وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ Al-irsyad memberi petunjuk Li tahdid membiarkan Li ta’jiz melemahkan Kaidah amr kedua, الامر بالشئ يلتزم النهي عن ضده Perintah terhadap sesuatu berarti pula larangan terhadap kebalikannya Seperti allah memerintahkan untuk bertauhid, sholat, zakat, puasa, haji, berbakti kepada orang tua menyambung silaturrahim, berbuat adil dan kebaikan maka itu maknanya allah melarang syirik, meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan haji, serta melarang durhaka kepada orang tua, memutuskan silaturrahim, berbuat dhalim dan tercela. Kaidah amr ketiga, الأمر يقتضى الفور الا لقرينة Amr pada dasarnya menuntut penyegeraan, kecuali ada qarinah yang memalingkannya Kaidah ini disandarkan nash-nash yang secara dhahir memerintahkan penyegeraan terhadap suatu perintah, seperti Contoh amr yang di dalamnya terdapat qarinah, sehingga tidak menuntut penyegeraan Kaidah amr keempat, اذا غلق الامر على شرط او صفة فانه يقتضى التكرار Amr menghendaki adanya pengulangan jika amr disertai sifat dan syarat tertentu Contoh Perintah mandi besar, hukuman dera bagi pezina, dan hukum potong tangan bagi pencuri sifatnya menghendaki pengulangan karena suatu syarat dan sifat yang menyebabkan adanya perintah tersebut. Kaidah amr kelima, الامر الوارد بعد الحظريعود حكمه الى حاله قبل الحظر Perintah yang dibuat setelah larangan, maka hukumnya dikembalikan pada keadaan sebelum pelarangan Berburu hukum asalnya mubah, kemudian menjadi haram dilarang ditengan pelaksanaan ihram, dan menjadi mubah kembali setelah pelaksanaan ihram. Kaidah amr ke-enam, اذا كان الامر وارد على سؤال عن الجواز فهو فى الاباحه Ketika amr yang merupakan muncul atas suatu persoalan tentang hal-hal yang sifatnya jaiz maka itu menunjukkan ibahah Kaidah ini dikenal oleh para ahli ushul sebagai “al-amru ba’da isti’dzan” Contoh Di dalam ayat tersebut terdapat pertanyaan atau persoalan umat pada masa turunnya ayat ini, yang kemudian langsung dijawab oleh allah. Amr dalam ayat tersebut terletak pada Nahy Definisi nahy Secara bahasa, nahy adalah sinonim kaffun artinya; menghentikan, mencegah Secara istilah, adalahهو اقتضاء كفّ عن الفعل mencegah atau menghentikan suatu pekerjaan Pengertian lainnya adalah; هو القول الذي يستدعي به الفاعل ترك الفعل ممّن هو دونه Yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah derajatnya Uslub-uslub nahy Bentuk kata mufrad yang secara bahasa berarti larangan. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam manthuqnya. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam mafhumnya. Kaidah-kaidah nahi Di dalam kitab qawa’id tafsir,kaidah nahi diantaranya ialah; Pertama, “ النهى يقتضى التحريم والفور والدوام الاّ لقرينه “ Nahi menunjukkan kepada pengharaman, menuntut penyegeraan, sampai ada dalil yang menasakhkannya kecuali ada qarinah yang menunjukkan pengalihan darinya Kedua, “ النهى عن اللازم ابلغ فى الدلالة على النهي عن الملزوم من النهي عنه ابتداء” Larangan atas suatu hal yang sebenarnya jaiz pada dasarnya untuk mencegah pada hal-hal yang sebenarnya dilarang Contoh pada ayat tentang zina diatas, mendekati zina saja tidak boleh apalagi sampai melakukannya. Begitu juga hukumnya mendekati fakhisyah dan mendekati harta anak yatim, dalam artian memakan harta anak yatim. Ketiga, “اذا نهى الشارع عن شيئ نهى عن بعضه، واذا امر بشيئ كان امر بجاميعه” Larangan atas suatu perkara, berarti larang juga atas sebagiannya, sedangkan perintah atas suatu perkara adalah perintah juga pada keseluruhan hal yang berkaitan dengan perkara tersebut, contoh, larangan memakan daging babi dalam surah al-maidah ayat 3 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ Pengharaman terhadap babi berarti pengharaman terhadap semua bagian daging babi, meskipun dari perkawinan silang, sama halnya dengan hukum khamr. Contoh amr, ayat tentang ruju’ dalam surah QS al-baqarah ayat 230 حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ Diperbolehkannya rujuk setelah si wanita menikahi laki-laki lain, menikah disini yang dimaksud adalah bukan sekedar akad, tapi juga harus dukhul atau melakukan hubungan suami istri Begitu juga dalam shalat dan ibadah mahdlah. Diwajibkannya sholat itu berarti diwajibkan pula segala hal yang berkaitan dengan sholat seperti wudlu, bersuci dan lainnya secara sempurna. Keempat,” ايراد الإنشاء بصيغة الخبر ابلغ من ايراده بصيغة الإنشاء” Perintah dan larangan alam bentuk kalimat berita Nahi dalam bentuk khabariyah kalimat berita QS. Baqarah[2]197 الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ Dalam ayat tersebut terdapat larangan berbuat keburukan selama musim haji meskipun redaksinya berbentuk khhabariyah atau kalimat berita. Amr dalam bentuk khabariyah QS. Al baqarah[2]233 وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ Ayat tersebut mengandung Perintah menyusui anak dalam bentuk kalimat berita, Kelima, النهي يقتضي الفساد Larangan pada dasarnya menghendaki fasad Versi lain dari kaidah ini… الاصل فى النهى يقتضي الفساد مطلقا Fasad ini adakalanya karena dzatnya QS. Al-isra[17]32 وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا Ayat tersebut mengandung larangan zina karena terdapat Fasad atau kerusakan mendekati zina. Dan juga fasad karena sifatnya QS. An-nisa[4]43 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ Ayat tersebut mengandung larangan minum khamr karena sifat khamr yag merusak. Nahi dalam ayat-ayat tersebut secara pasti menghendaki fasad secara mutlak Namun ada pula nahi yang tidak menghendaki fasad, seperti larangan memakan riba dalam surah an-nisa ayat 29 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا BAB III PENUTUP Kesimpulan Amr adalah tuntutan dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya. Kaidah-kaidah amr diantaranya Amar pada dasarnya menunjukkan sesuatu yang wajib kecuali ada qarinah yang memalingkan dari makna wajib tersebut Perintah terhadap sesuatu berarti pula larangan terhadap kebalikannya Amr pada dasarnya menuntut penyegeraan, kecuali ada qarinah yang memalingkannya Amr menghendaki adanya pengulangan jika amr disertai sifat dan syarat tertentu Perintah yang dibuat setelah larangan, maka hukumnya dikembalikan pada keadaan sebelum pelarangan Ketika amr yang merupakan muncul atas suatu persoalan tentang hal-hal yang sifatnya jaiz maka itu menunjukkan ibahah Uslub-uslub amr Bentuk mufrad yang berarti perintah Jumlah murakkab kalimat yang berarti tuntutan dalam manthuqnya Jumlah murakkab yang berarti tuntutan dalam mafhumnya Nahi yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah derajatnya Kaidah-kaidah nahi Nahi menunjukkan kepada pengharaman, menuntut penyegeraan, sampai ada dalil yang menasakhkannya kecuali ada qarinah yang menunjukkan pengalihan darinya Larangan atas suatu hal yang sebenarnya diperbolehkan pada dasarnya untuk mencegah pada hal-hal yang sebenarnya dilarang Larangan atas suatu perkara, berarti larang juga atas sebagiannya, sedangkan perintah atas suatu perkara adalah perintah juga pada keseluruhan hal yang berkaitan dengan perkara tersebut, contoh, larangan memakan daging babi dalam surah al-maidah ayat 3 Perintah dan larangan alam bentuk kalimat berita Larangan pada dasarnya menghendaki fasad Uslub-uslub nahy Bentuk kata mufrad yang secara bahasa berarti larangan. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam manthuqnya. Bentuk jumlah murakkabah atau kalimat, yang mengandung arti larangan dalam mafhumnya. Daftar Pustaka As-Sabt, Khalid Bin Utsman. Qawa’id Tafsir. Majlid 2. Madinah Dar Ibn ’Affan, Hamid, Daim Abdel. “الأمر والنهى وأثرهما فى احكام الشرعية,” 2012. Kholil, “Atho” Bin. “Taisir,” 6361–636,

kaidah amar dan nahi